Wednesday 3 June 2015

#203 The Mortal Instruments #2 - City Of Ashes by Cassandra Clare

Judul : City Of Ashes
Sub Judul : -
Serial : The Mortal Instruments #2
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk Press
Tahun Terbit : July 2010 (pertama kali terbit pada Januari 2008)
Tebal : 610
ISBN : 978-602-8801-30-0
Genre : Young Adult, Fantasy

Format : paperback
Status : punya sendiri
Lokasi Cerita : New York, Amerika Serikat

Periode Baca : 15/03/2015 - 18/03/2015
Rating : 4/5

Blurb : Clary hanya ingin hidup normal kembali, tapi ia telanjur terlibat dengan para Pemburu Bayangan yang bertugas membantai iblis. Masalah semakin menjadi-jadi karena ibunya tidak bisa dibangunkan dan Clary tidak bisa berhenti mencintai Jace. Tentu saja ini menyakiti hati Simon, yang mendadak pergi ke sarang vampir seorang diri. Valentine pun datang lagi, kali ini untuk mengambil Pedang Mortal. Lagi-lagi dia menawari Jace untuk ikut dengannya. Ketika Jace diketahui telah pergi untuk menemui Valentine, akankah Clary tetap memercayainya?

Dalam sekuel City of Bones ini, ketegangan menanjak dan konflik semakin tajam!


Review

Di buku kedua ini dimulai dengan Clary dan Luke yang setia menunggui Jocelyn yang tak sadarkan diri di rumah sakit. Clary terlalu terpaku pada kondisi ibunya dan Simon sehingga ia tak mengetahui bagaimana kabar Jace.

Di Institut, Jace juga punya masalahnya sendiri. Sejak kedatangan ibu Alec dan Izzy, keadaan Institut tak setenang yang dulu. Ibu Alec itu memutuakan untuk mengusir sementara Jace dari Institut. Merasa sakit hati Jace keluar dari Institut dan mencari masalah di klub malam para werewolf. Beruntung Luke menyelamatkannya. Bertekad mengembalikan Jace ke Institut, Clary dan Luke kembali mendatangi Institut. Disana mereka malah menemui seorang Inskuisitor yang bertugas mengadili para Pemburu Bayangan yang bersalah. Meski berusaha keras meyakinkan Sang Inskuisitor kalau Jace tidak terlibat sama sekali dengan Valentine tapi sang Inskuisitor sama sekali tak mau mendengar apapun kata Jace.

Keadaan diluar Institut semakin membahayakan. Pelan-pelan para Penghuni Bawah mulai ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Seorang warlock dan pixie ditemukan mati dalam keadaan darah yang terkuras habis dari tubuhnya. Sementara seeorang werewolf dan vampir muda mulai menghilang dengan miaterius. Salahsatunya prang terdekat Clary. Penyeledikan mulai dilakukan. Tapi tak ada orang yang percaya kalau semua itu adalah perbuatan Valentine. Sekarang setelah mendapatkan Piala Mortal, Valenrine berhasil membunuh para Saudara Hening dan mengambil Pedang Jiwa mereka.

Perlawanan harus dilakukan. Tapi sanggupkah Carly dan Jace melawan ayah mereka sendiri.

My Thought

Buku kedua ini jelas lebih keren dari buku pertama. Pertempuran-pertempuran yang dilalui oleh Jace, Alec, Izzy, Clary, Magnus, Luke, bahkan Simon jauh lebih beragam, lebih menengangkan. Disini juga mulai kelihatan kemampuan maaing-masing tokoh, tak hanya Jace. Seperti Magnus, yang dikatakan sebagai warlock tertinggi di Brooklyn, di buku ini akan kelihatan kehebatannya dalam mempergunakan mantra dan menyembuhkan para shadowhunter bahkan werewolf yang terluka.

Dibuku pertama, saya selalu penasaran pada kelebihan Clary. Maksudnya dia memang Shadowhunter tapi apa sih yang membuat dia berbeda dari shadowhunter lainnya kecuali kalau dia anak Valentine, Ternyata Clary adalah seorang Rune Maker. Dia bisa menggambar rune-rune yang bahkan tak pernah ada di dalam buku kuno Gray.

Yang tidak saya sukai dari Clary dibuku ini adalah ia menggalau seperti yang dilakukan Bella Swan.Bingung memutuskan antara menerima Simon yang sejak dulu mencintainya atau tetap mencintai Jace meski Jace adalah abang kandungnya. Urusan ciuman dengan Simon ya ayuk, pas giliran ciuman dengan Jace juga dilakukan dengan menggelora.

Emosi punya urusan kuat dibuku ini. Bahkan untuk seorang Luke. Apalagi Jace. Bisa dibilang ia remuk redam di buku kedua ini. Tidak lagi dipercaya oleh orang-orang yang selama ini dianggapnya sebagai orangtuanya. Diajak menjadi sekutu orang yang mengaku sebagai ayahnya. Dan dijadikan tawanan untuk pertukaran dengan Instrumen Mortal yang dikuasai Valentine.

Di City Of Bones kita langsung tahu apa yang dimaksud dengan Kota Tulang. Tapi dibuku kedua ini maksud dari Kota Asap baru diketahui ketika pertempuran terakhir. Itu pun tidak secara tersirat. Terjemahan buku ini terasa tidak kaku. Kesalahan ketik masih juga dijumpai. Tapi secara keseluruhan City Of Ashes jauh lebih keren daripada City Of Bones. Semoga City of Glass juga begitu adanya.



No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar. Komentar sengaja dimoderasi untuk menghindari spam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...